Tuesday, October 16, 2012

Ambo Dalle


Ambo Dalle
a.  Masa Kecil
Pada masa kecilnya, Ambo Dalle mempelajari ilmu Agama dengan metode sorogan (system monolog), yaitu Guru membacakan Kitab, sememntara murid mendengar dan menyimak pembicaraan Guru. Pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an ia peroleh dari bimbingan Bibi serta kedua Orang Tuanya, terutama Sang Ibu. Agar lebih fasih membaca Al-Qur’an, Ambo Dalle belajar tajwid kepada Kakeknya, Puang Caco, seorang Imam Masjid yang fasih membaca Al-Qur’an di Desa Ujung.
Selama menuntut ilmu, Ambo Dalle tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, seperti Tajwid, Qira’at Tujuh, Nahwu, Sharaf, Tafsir, dan Fikih saja, tapi ia juga mengikuti Sekolah Rakyat (Volk School) pada pagi serta Kursus Bahasa Belanda pada sore hari di HIS Sengkang dan belajar mengaji pada malam harinya.
Sementara itu, untuk memperluas cakrawala keilmuan, terutama wawasan modernitas, Ambo Dalle lalu berangkat meninggalkan Wajo menuju Kota Makssar. Di Kota ini, ia mendapat pelajaran tentang cara mengajar dengan metodologi baru melaluai Sekolah Guru yang diselenggarakan Syarikat Islam (SI). Pada saat itu, SI yang dipimpin oleh OS Cokroaminoto berda dalam masa kejayaan dan benar-benar membuka tabir kegelapan bagi wawasan social, politik, dan kebangsaan di seluruh Tanah Air.
Ketika mengikuti Sekolah Guru di Makassar, ia menemukan kehidupan sosail yang lain dan jauh berbada dari Tanah Wajo yang masih sepi. Makassar, yang saat itu telah menjadi sebuah Kota Pelabuhan terpenting di kawasan Indonesia Timur, ramai disinggahi oleh Kapal Besar dan perahu dari berbgai penjuru yang memuat barang-barang dagangan. Beraneka ragam barang Niaga, seperti beras, kelapa, hasi hutan, dan kain tenun sutera, ditawarkan orang-orang di pasar-pasar.
Ketika kembali ke Wajo, Ambo Dalle semakin matang secara keilmuan ataupun wawasan. Karena itu, ia bertekad untuk mencerdaskan puta-putri Bangsa, khususnya di daerahnya sendiri. Selain kegiatan rohani dengan pendalam spiritual yang menjadi gairah hidupnya sehari-hari, kegiatan fisik juga tidak diabaikannya. Misalnya, ia selalu aktif berolahraga. Olahraga yang paling digemarinya adalah sepak bola. Ambo Dalle terkenal sebagai seorang pamain bola yang andal. Karena keahliannya dalam menggiring dan mengolah Si Kulit Bundar, rekan-rekannya menjuluki Ambo Dalle sebagai Si Rusa.
Selain itu, Ambo Dalle terus emnambah ilmunya, terutama dalam ilmu Agama. Ia pun belajar kepada Ulama-Ulama asal Wajo yang merupakan Alumni Makkah, seperti H. Syamsuddin dan Sayyid Ali ad-Ahdal. Para Ulama asal Wajo ini bermaksud membuka Pengajian di kampong halaman mereka.
b.  Mendirikan Madrasah
Salah seorang Guru Ambo Dalle, yakni Gurutta H. As’ad, suatu ketika menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Ambo Dalle. Ternyata, jawaban Ambo Dalle dianggap yang paling tepat dan benar. Maka sejak saat itu, ia diangkat menjadi Asisten dan mulai meniti Karier mengajar serta secara intens menekuni dunia pendidikan.
Berkat kerja sama antara Gurutta H. As’ad dan Ambo Dalle, pengajian itu bertambah maju. Hal tersebut terdengar sampai ke telinga Raja Wajo saat itu, Arung Matoa Wajo. Arung Matoa Wajo pun memutuskan mengadakan peninjauan langsung ke tempat Pengajian milik Gurutta H. As’ad. Dalam kunjungannya, Raja Wajo ini meminta agar Gurutta H. As’ad membuka sebuah Madrasah yang seluruh biayanya di tanggung pemerintah setempat. Gayung bersa,but. Maka, tak lama kemudian, di mulailah pembangunan Madrasah.
Madrasah yang di bangun ini menyelenggarakan jenjang pendidikan Awaliyahnya (setingkat dengan Kanak-Kanak), Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP). Lembaga Pendidikan itu diberi nama Al-Madrasah al-Arabiyah al-Islamiyah (MAI) Sengkang. Lambangnya diciptakan oleh Ambo Dalle dengan persetujuan Gurutta H. As’ad bin Abdul Rasyid dan Ulama lainnya. Dalam waktu singkat, popularitas MAI Sengkang dengan system pendidikannya yang modern (Sistem Madrasah) menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah.
Selanjutnya, atas izin Sang Guru, Ambo Dalle pindah dan mendirikan MAI di Mangkoso pada 29 Syawal 1356 H. atau 21 Desember 1938. Mulai saat itulah, ia mendapat kehormatan penuh dari masyarakat dengan gelar Gurutta Ambo Dalle. MAI Mangkoso ini kelak menjadi cikal bakal kelahiran Organisasi Pendidikan Keagamaan bernama Darud Dakwah wal Irsyad (DDI).
Sementara itu, sepeninggal Gurutta H. As’ad, MAI Sengkang diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah. Perubahan nama tersebut sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Gurutta H. As’ad.
Berkat dukungan dan simpati dari pemerintah dan masyarakat Mangkoso, pertumbuhan dan perkembangan Madrasah yang dipimpin oleh Ambo Dalle ini sangat pesat. Hal ini terbukti dengan banyaknya permintaan dari luar daerah untuk membuka cabang MAI Mangkoso. Untuk merespons permintaan itu, dibukalah cabang MAI Mangkoso diberbagai daerah.
c.   Dakwah
Pengabdiannya yang total dan kepemimpinannya yang adil, lekat di jiwa para murid dan pencintanya. Akan sulit menemukan figure Ulama seperti beliau dalam sepak terjang perjuangannya di dalam menegakkan Syiar Agama.
Perkembangan Agama Islam di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Selatan pada khususnya tidak terlepas dari sepak terjang para tokoh dan Ulama dalam menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam. Salah satu di antaranya adalah K. H. Abdurrahman Ambo Dalle yang oleh murid-muridnya dan masyarakat Bugis umumnya, lebih akrab disapa dengan Gurutta Ambo Dalle. Menurut Nurhayati Djamas (dalam Nasruddin Anshoriy : 2009 XXVII), Gurutta Ambo Dalle merupakan symbol anak zaman. Beliau hidup dalam 4 zaman, mulai Zamamn Feodal, Zaman Belanda, Zaman Belanda, hingga Zaman Kemerdekaan yang berhasil mencerdaskan murid-muridnya dan masyarakat luas pada umumnya melalui jalur pendidikan, dakwah dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan social yang dimilikinya.
d.  Zaman Jepang
Namun, masalah mulai mengintai ketika Jepang masuk dan menancapkan kuku-kuku imperialis di Bumi Sulawesi Selatan. Proses belajar dan mengajar di Madrasah ini mulai menghadapi kesulitan karena Pemerintah Jepang tidak mengizinkan pengajaran seperti ini yang dilakukan di Madrasah.
Untuk mengatasi masalah ini, Ambo Dalle tidak kehilangan siasat. Ia pun mengambil inisiatif. Pelajaran yang sebelumnya dilakukan di dalam kelas dipindahkan ke Masjid dan rumah-rumah Guru. Kaca pada bagian pintu dan jendela Masjid dicat hitam agar pada malam hari cahay lampu tidak tembut keluar. Setiap kelas dibagi dan diserahkan kepada seorang Guru secara berkelompok dan mengambil tempat dimana saja asal dianggap aman dan bisa menampung semua anggota kelompok. Sewaktu-waktu, pada malam hari dilarang menggunakan lampu.
Bukannya sepi peminat, justru siasat yang dilakukan Ambo Dalle ini mengundang masyarakat sekitar untuk mendaftarkan anak-anak mereka belajar di Madrasah milik Ambo Dalle. Bahkan cara yang ditempuhnya ini membuat Madrasah tersebut luput dari oengawasan Jepang.
e.  Tanda Kehormatan
Dari beberapa rangkain yang dilakukan beliau dari zaman ke zaman, beliau menerima beberapa penghargaan baik dari Pemerintah maupun Lembaga Pendidikan diantaranya : Tanda Kehormatan Bintang MAHAPUTRA NARARYA dari Presiden B. J. Habibie pada tahun 1999, Tanda Perhargaan dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Wajo sebagai PUTRA DAERAH BERPRESTASI pada tahun 1998, Penghargaan dari Universitas Muslim Indonesia sebagai TOKOH PENDIDIK BIDANG AGAMA SE-INDONESIA TIMUR pada tahun 1986.
f.   Buku
Salah satu biografi tentang Gurutta Ambo Dalle di tulis oleh Nazaruddin berjudul “AMBO DALLE MAHA GURU DARI BUMI BUGIS”.
Sumber

No comments:

Post a Comment