Ambo Dalle
a. Masa
Kecil
Pada masa kecilnya, Ambo Dalle mempelajari ilmu
Agama dengan metode sorogan (system monolog), yaitu Guru membacakan Kitab,
sememntara murid mendengar dan menyimak pembicaraan Guru. Pelajaran membaca dan
menghafal Al-Qur’an ia peroleh dari bimbingan Bibi serta kedua Orang Tuanya,
terutama Sang Ibu. Agar lebih fasih membaca Al-Qur’an, Ambo Dalle belajar
tajwid kepada Kakeknya, Puang Caco, seorang Imam Masjid yang fasih membaca
Al-Qur’an di Desa Ujung.
Selama menuntut ilmu, Ambo Dalle tidak hanya
mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, seperti Tajwid, Qira’at Tujuh, Nahwu, Sharaf,
Tafsir, dan Fikih saja, tapi ia juga mengikuti Sekolah Rakyat (Volk School)
pada pagi serta Kursus Bahasa Belanda pada sore hari di HIS Sengkang dan
belajar mengaji pada malam harinya.
Sementara itu, untuk memperluas cakrawala
keilmuan, terutama wawasan modernitas, Ambo Dalle lalu berangkat meninggalkan
Wajo menuju Kota Makssar. Di Kota ini, ia mendapat pelajaran tentang cara
mengajar dengan metodologi baru melaluai Sekolah Guru yang diselenggarakan
Syarikat Islam (SI). Pada saat itu, SI yang dipimpin oleh OS Cokroaminoto berda
dalam masa kejayaan dan benar-benar membuka tabir kegelapan bagi wawasan
social, politik, dan kebangsaan di seluruh Tanah Air.
Ketika mengikuti Sekolah Guru di Makassar, ia
menemukan kehidupan sosail yang lain dan jauh berbada dari Tanah Wajo yang
masih sepi. Makassar, yang saat itu telah menjadi sebuah Kota Pelabuhan
terpenting di kawasan Indonesia Timur, ramai disinggahi oleh Kapal Besar dan
perahu dari berbgai penjuru yang memuat barang-barang dagangan. Beraneka ragam
barang Niaga, seperti beras, kelapa, hasi hutan, dan kain tenun sutera, ditawarkan
orang-orang di pasar-pasar.
Ketika kembali ke Wajo, Ambo Dalle semakin matang
secara keilmuan ataupun wawasan. Karena itu, ia bertekad untuk mencerdaskan
puta-putri Bangsa, khususnya di daerahnya sendiri. Selain kegiatan rohani
dengan pendalam spiritual yang menjadi gairah hidupnya sehari-hari, kegiatan
fisik juga tidak diabaikannya. Misalnya, ia selalu aktif berolahraga. Olahraga
yang paling digemarinya adalah sepak bola. Ambo Dalle terkenal sebagai seorang
pamain bola yang andal. Karena keahliannya dalam menggiring dan mengolah Si
Kulit Bundar, rekan-rekannya menjuluki Ambo Dalle sebagai Si Rusa.
Selain itu, Ambo Dalle terus emnambah ilmunya,
terutama dalam ilmu Agama. Ia pun belajar kepada Ulama-Ulama asal Wajo yang
merupakan Alumni Makkah, seperti H. Syamsuddin dan Sayyid Ali ad-Ahdal. Para
Ulama asal Wajo ini bermaksud membuka Pengajian di kampong halaman mereka.
b. Mendirikan
Madrasah
Salah seorang Guru Ambo Dalle, yakni Gurutta H.
As’ad, suatu ketika menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Ambo Dalle.
Ternyata, jawaban Ambo Dalle dianggap yang paling tepat dan benar. Maka sejak
saat itu, ia diangkat menjadi Asisten dan mulai meniti Karier mengajar serta
secara intens menekuni dunia pendidikan.
Berkat kerja sama antara Gurutta H. As’ad dan
Ambo Dalle, pengajian itu bertambah maju. Hal tersebut terdengar sampai ke
telinga Raja Wajo saat itu, Arung Matoa Wajo. Arung Matoa Wajo pun memutuskan
mengadakan peninjauan langsung ke tempat Pengajian milik Gurutta H. As’ad.
Dalam kunjungannya, Raja Wajo ini meminta agar Gurutta H. As’ad membuka sebuah
Madrasah yang seluruh biayanya di tanggung pemerintah setempat. Gayung
bersa,but. Maka, tak lama kemudian, di mulailah pembangunan Madrasah.
Madrasah yang di bangun ini menyelenggarakan
jenjang pendidikan Awaliyahnya (setingkat dengan Kanak-Kanak), Ibtidaiyah (SD),
Tsanawiyah (SMP). Lembaga Pendidikan itu diberi nama Al-Madrasah al-Arabiyah
al-Islamiyah (MAI) Sengkang. Lambangnya diciptakan oleh Ambo Dalle dengan
persetujuan Gurutta H. As’ad bin Abdul Rasyid dan Ulama lainnya. Dalam waktu
singkat, popularitas MAI Sengkang dengan system pendidikannya yang modern
(Sistem Madrasah) menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah.
Selanjutnya, atas izin Sang Guru, Ambo Dalle
pindah dan mendirikan MAI di Mangkoso pada 29 Syawal 1356 H. atau 21 Desember
1938. Mulai saat itulah, ia mendapat kehormatan penuh dari masyarakat dengan
gelar Gurutta Ambo Dalle. MAI Mangkoso ini kelak menjadi cikal bakal kelahiran
Organisasi Pendidikan Keagamaan bernama Darud Dakwah wal Irsyad (DDI).
Sementara itu, sepeninggal Gurutta H. As’ad, MAI
Sengkang diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah. Perubahan nama tersebut
sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Gurutta H. As’ad.
Berkat dukungan dan simpati dari pemerintah dan
masyarakat Mangkoso, pertumbuhan dan perkembangan Madrasah yang dipimpin oleh
Ambo Dalle ini sangat pesat. Hal ini terbukti dengan banyaknya permintaan dari
luar daerah untuk membuka cabang MAI Mangkoso. Untuk merespons permintaan itu,
dibukalah cabang MAI Mangkoso diberbagai daerah.
c. Dakwah
Pengabdiannya yang total dan kepemimpinannya yang
adil, lekat di jiwa para murid dan pencintanya. Akan sulit menemukan figure
Ulama seperti beliau dalam sepak terjang perjuangannya di dalam menegakkan
Syiar Agama.
Perkembangan Agama Islam di Indonesia pada
umumnya dan Sulawesi Selatan pada khususnya tidak terlepas dari sepak terjang
para tokoh dan Ulama dalam menyebarkan nilai-nilai ajaran Islam. Salah satu di
antaranya adalah K. H. Abdurrahman Ambo Dalle yang oleh murid-muridnya dan
masyarakat Bugis umumnya, lebih akrab disapa dengan Gurutta Ambo Dalle. Menurut
Nurhayati Djamas (dalam Nasruddin Anshoriy : 2009 XXVII), Gurutta Ambo Dalle
merupakan symbol anak zaman. Beliau hidup dalam 4 zaman, mulai Zamamn Feodal,
Zaman Belanda, Zaman Belanda, hingga Zaman Kemerdekaan yang berhasil
mencerdaskan murid-muridnya dan masyarakat luas pada umumnya melalui jalur
pendidikan, dakwah dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan social yang
dimilikinya.
d. Zaman
Jepang
Namun, masalah mulai mengintai ketika Jepang
masuk dan menancapkan kuku-kuku imperialis di Bumi Sulawesi Selatan. Proses
belajar dan mengajar di Madrasah ini mulai menghadapi kesulitan karena
Pemerintah Jepang tidak mengizinkan pengajaran seperti ini yang dilakukan di
Madrasah.
Untuk mengatasi masalah ini, Ambo Dalle tidak
kehilangan siasat. Ia pun mengambil inisiatif. Pelajaran yang sebelumnya
dilakukan di dalam kelas dipindahkan ke Masjid dan rumah-rumah Guru. Kaca pada
bagian pintu dan jendela Masjid dicat hitam agar pada malam hari cahay lampu
tidak tembut keluar. Setiap kelas dibagi dan diserahkan kepada seorang Guru
secara berkelompok dan mengambil tempat dimana saja asal dianggap aman dan bisa
menampung semua anggota kelompok. Sewaktu-waktu, pada malam hari dilarang
menggunakan lampu.
Bukannya sepi peminat, justru siasat yang
dilakukan Ambo Dalle ini mengundang masyarakat sekitar untuk mendaftarkan
anak-anak mereka belajar di Madrasah milik Ambo Dalle. Bahkan cara yang
ditempuhnya ini membuat Madrasah tersebut luput dari oengawasan Jepang.
e. Tanda
Kehormatan
Dari beberapa rangkain yang dilakukan beliau dari
zaman ke zaman, beliau menerima beberapa penghargaan baik dari Pemerintah
maupun Lembaga Pendidikan diantaranya : Tanda Kehormatan Bintang MAHAPUTRA
NARARYA dari Presiden B. J. Habibie pada tahun 1999, Tanda Perhargaan dari
Pemerintah Daerah Tingkat II Kab. Wajo sebagai PUTRA DAERAH BERPRESTASI pada
tahun 1998, Penghargaan dari Universitas Muslim Indonesia sebagai TOKOH
PENDIDIK BIDANG AGAMA SE-INDONESIA TIMUR pada tahun 1986.
f. Buku
Salah satu biografi tentang Gurutta Ambo Dalle di
tulis oleh Nazaruddin berjudul “AMBO DALLE MAHA GURU DARI BUMI BUGIS”.
Sumber
No comments:
Post a Comment